BUNGOBEBASBICARA.COM,Pariwisata Bungo- Pada awalnya untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, Suku Anak Dalam, melaksanakan kegiatan dengan cara berburu, meramu, menangkap ikan dan memakan buah-buahan yang ada di dalam hutan. Namun dengan perkembangan pengetahuan dan peralatan hidup yang digunakan akibat adanya akulturasi budaya dengan masyarakat luar, kini telah mengenal pengetahuan pertanian dan perkebunan.

Berburu binatang seperti Babi, Kura-kura, Beruang, Monyet, Ular, Labi-labi, Rusa, Kijang dan berbagai jenis unggas, yang ada di dalam hutan, merupakan salah satu bentuk mata pencaharian mereka sehari - hari. Kegiatan berburu dilaksanakan secara bersama-sama dengan membawa anjing. Alat yang digunakan adalah Tombak,kecepet/senapang dan Parang. Di samping itu untuk mendapatkan binatang buruan juga menggunakan sistem perangkap dan jerat. Jenis mata pencaharian lain yang dilakukan adalah meramu didalam hutan, yaitu mengambil buah-buahan dedaunan dan akar-akaran sebagai bahan makanan. Lokasi tempat meramu sangat menentukan jenis yang diperoleh. Jika meramu dihutan lebat, biasanya mendapatkan buah-buahan, seperti cempedak, durian, arang paro, dan buah-buahan lainnya. Di daerah semak belukar dipinggir sungai dan lembah mereka mengumpulkan pakis, rebung, gadung, enau, dan rumbia. Mencari rotan, mengambil madu, menangkap ikan adalah bentuk mata pencaharian lainnya.

Kini mereka juga telah mengenal pertanian dan perkebunan dengan mengolah ladang dan karet sebagai mata pencahariannya. Semua bentuk dan jenis peralatan yang digunakan dalam mendukung dalam proses pemenuhan kebutuhan hidup nya sangat sederhana sekali. Bangunan tempat suku anak dalam sangatlah sederhana , berupa pondok yang terbuat dari kayu dengan atap jerami,dedaunan atau sejenisnya... Konstruksi bangunannya dengan sistem ikat dari bahan rotan,akar dan sejenisnya. Bangunannya berbentuk panggung dengan tinggi 2, meter, dibagian bawahnya dijadikan sebagai lumbung (bilik) yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan makanan. Ukuran bangunan sekitar 4 x 5 meter atau sesuai dengan kebutuhan keluarga.
Disamping bangunan tempat tinggal, dalam satu lingkungan keluarga besar terdapat pondok tanpa atap sebagai tempat duduk-duduk dan menerima tamu. Kini terdapat tiga kategori kelompok pemukiman Suku Anak Dalam. Petama SAD bermukim didalam hutan dan hidup berpindah-pindah. Kedua kelompok yang hidup didalam hutan dan menetap. Ketiga adalah kelompok yang pemukimnya bergandengan dengan pemukiman orang luar ( orang kebiasaan ) Cara berpakaiannya pun kini bervariasi, yaitu: (1) bagi yang tinggal di hutan dan berpindah-pindah pakaiannya sederhana sekali, yaitu cukup menutupi bagian tertentu saja. (2) yang tinggal di hutan tetap menetap, di samping berpakaian sesuai dengan tradisinya, juga terkadang menggunakan pakaian seperti masyarakat umum seperti baju, sarung atau celana, (3) yang tinggal berdekatan dengan pemukiman masyarakat luar atau desa, berpakaian seperti masyarakat desa lainnya.

Namun kebiasaannya tidak menggunakan baju masih sering ditemukan dalam wilayah pemukimannya.Asal usul Suku Anak Dalam sering juga disebut dengan orang rimba atau Suku Kubu merupakan salah satu suku asli yang ada di Provinsi Jambi. Suku Anak Dalam dalam hidup berpindah-pindah. Dikawasan hutan secara berkelompok dan menyebar di beberapa Kabupaten, seperti di Kabupaten Batang hari, Tebo, Bungo, Sarolangun dan Merangin.Suku Anak Dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya diatur dengan aturan, norma dan adat istiadat yang berlaku sesuai dengan budayanya.
Dalam lingkungan kehidupannya dikenal istilah kelompok keluarga dan kekerabatan, seperti keluarga kecil dan keluarga besar. Keluarga kecil terdiri dari suami istri dan anak yang belum menikah. Keluarga besar terdiri dari beberapa keluarga kecil yang berasal dari pihak kerabat istri. Anak laki-laki yang sudah kawin harus bertempat tinggal dilingkungan kerabat istrinya. Mereka merupakan satu kesatuan sosial dan tinggal dalam satu lingkungan pekarangan. Setiap keluarga kecil tinggal dipondok masing-masing secara berdekatan, yaitu sekitar dua atau tiga pondok dalam satu kelompok. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, mereka memiliki sistem kepemimpinan yang berjenjang, seperti Temenggung, Depati, Mangku, Menti dan Jenang. Temenggung merupakan jabatan tertinggi, keputusan yang ditetapkan harus dipatuhi. Bagi mereka yang melanggar akan dijatuhi hukuman atau sangsi sesuai dengan tingkat kesalahannya.

Peran Temenggung sangat penting karena berfungsi sebagai: (1) Pimpinan tertinggi (sebagai Rajo), (2) Penegak hukum yang memutuskan perkara, (3) Pemimpin upacara ritual, (4) Orang yang memilki kemampuan dan kesaktian. Oleh sebab itu dalam menentukan siapa yang akan menjadi emenggung harus diperhatikan latar belakangnya, seperti keturunan dan kemampuan memimpin dalam menjalankan tugasnya.Melalui panca indranya, suku anak dalam mampu membedakan tumbuhan beracun dan tidak beracun termasuk mengolahnya. Pengetahuannya tentang teknologi sangat sederhana, namun memiliki kemampuan mendeteksi masalah cuaca, penyakit dan mencari jejak (berpetualang).

Kehidupan SAD Di Provinsi Jambi yang berada di Kabupaten Batanghari, Tebo, Bungo, Mrangin dan Sarulangun tidak hentinya mendapat perhatian dan sorotan dari berbagai pihak dari luar Provinsi Jambi. Hasil penyelusuran bungobebasbicara.com, tidak ada yang bisa disalahkan dalam hal pembinaan maupun pelestarian aset negeri kita ini. Namun ada satu hal yang harus menjadi perhatian pihak Pemerintah Provinsi Jambi, jika bisa terus menjaga serta melestarikan budaya dari Suku Anak Dalam ini, bukan tidak mungkin budaya dari SAD menjadi aset wisata yang mengharumkan nama Jambi kedepanya. (ditulis dari hasil penelusuran redaktur bbb.com ilyas putra)..

: tanpa label

Share this Pos